Minggu, 19 Februari 2012

Kominfo Buka Peluang Usaha di Bisnis TV Digital

Selasa, 14 Februari 2012 9:52 am | bint005 | Sorotan Media

 

Jakarta - Industri televisi digital yang belakangan masih berjuang untuk lebih dikenal masyarakat membuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran multipleksing.
Peluang usaha ini dibuka untuk zona layanan 4 (DKI Jakarta dan Banten), zona layanan 5 (Jawa Barat), zona layanan 6 (Jawa Tengah dan Yogyakarta), zona layanan 7 (Jawa Timur) dan zona layanan 15 (Kepulauan Riau) dalam rangka penyelenggaraan penyiaran televisi digital terrestrial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air).

Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing adalah lembaga yang menyalurkan beberapa program siaran melalui suatu perangkat multipleks dan perangkat transmisi kepada masyarakat di suatu zona layanan.

Saat ini TV analog untuk bisa menerima siaran digital memerlukan alat bantu penerimaan set top box (alat untuk mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara yang dapat ditampilkan di TV). Set top box dibutuhkan untuk membaca sinyal digital. Tanpa alat ini, gambar dan suara tidak akan muncul di TV.

Keputusan membuka peluang usaha untuk penyelenggaraan penyiaran multipleksing ini sendiri sudah disahkan oleh Menkominfo Tifatul Sembiring lewat Kepmen No. 95/KEP/M.KOMINFO/2/2012 pada 6 Februari 2012 lalu.

Pengesahan Kepmen tersebut menyusul regulasi yang juga sempat ditetapkan oleh menkominfo pada 2 Pebruari 2012, yaitu Permen Kominfo No. 5/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air).

"Kedua regulasi tersebut sebelum ini sempat dilakukan uji publik melalui Siaran Pers No. 88/PIH/KOMINFO/12/2012 tertanggal 26 Desember 2011," tukas Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto.

Dijelaskan Gatot, peluang usaha ini diberikan kepada lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi. Adapun pemilihannya dilaksanakan melalui proses seleksi yang diatur dalam Peraturan menteri tersendiri.

Menurut International Telecommunication Union (ITU) melalui the Geneva 2006 Frequency Plan (GE06) Agreement, tanggal 17 Juni 2015 ditetapkan sebagai batas waktu untuk negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan migrasi dari penyiaran TV analog ke penyiaran TV digital.

Teknologi analog disebutkan bakal semakin mahal pengoperasiannya dan secara bertahap menjadi usang, dan yang terutama adalah spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas, sehingga efisiensi menjadi kritikal.

"Penggunaan teknologi digital berarti menjadi penghematan spektrum frekuensi," ujar Gatot, dalam keterangannya, Senin (13/2/2012).

Berikut pembagian zona layanan multipleksing saluran TV digital:

Zona 1: Aceh dan Sumatera Utara.
Zona 2: Sumatera Barat, Riau, Jambi.
Zona 3: Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung.
Zona 4: Jakarta, Banten.
Zona 5: Jawa Barat.
Zona 6: Jawa Tengah, Yogyakarta.
Zona 7: Jawa Timur.
Zona 8: Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
Zona 9: Papua, Papua Barat.
Zona 10: Maluku, Maluku Utara.
Zona 11: Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara.
Zona 12: Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara.
Zona 13: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah.
Zona 14: Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan.
Zona 15: Kepulauan Riau.

Sabtu, 18 Februari 2012

Kenapa Kita Harus Migrasi ke TV Digital?

Presiden SBY saat peresmian TV digital (rou/inet)
 

Dijelaskan Menteri Kominfo Tifatul Sembiring, dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR ada tiga poin yang mengharuskan Indonesia bermigrasi ke TV digital.

"Yang pertama, adanya kesepakatan ITU (International Telecommunication Union/otoritas telekomunikasi internasional) bahwa 17 Juni 2015 adalah batas waktu negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan migrasi dari penyiaran TV analog ke penyiaran TV digital," papar Tifatul dalam rapat yang berlangsung di gedung DPR, Rabu (25/1/2012).

Selain itu, teknologi analog dinilai akan semakin mahal pengoperasiannya. Secara bertahap, teknologi ini akan usang dan tergeser. "Nantinya orang akan bergeser dari TV analog karena di masa depan akan sedikit pula orang yang memproduksi TV jenis ini," kata Tifatul.

Yang terakhir, spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas. Mengingat TV analog membutuhkan frekuensi, dan kian lama semakin padat. "Karena frekuensi ini semakin terbatas, efisiensi menjadi sangat kritikal untuk kita lakukan segera," pungkas Tifatul.

http://inet.detik.com/read/2012/01/25/154001/1824698/328/kenapa-kita-harus-migrasi-ke-tv-digital